Photobucket - Video and Image Hosting
Thursday, March 10, 2011

Tak Gentar Jika Bapak yang Antar

Pagi ini, saya menangkap sebuah pemandangan biasa namun entah kenapa, mengharukan.

Di ujung jalan Wijaya II, sepeda itu melenggang masuk meramaikan jalanan yang relatif masih sepi. Saya ada di ujung lamunan, saat itu, di balik kemudi sahabat mesin saya, Galancy.

Seorang lelaki tua mengayuh sepeda itu perlahan, melintas tepat di depan saya. Seorang anak perempuan duduk manis di belakang lelaki tua itu.

Entah kenapa, saya merasakan ketenangan dalam harmonisasi mereka di atas sepeda. Angin pun seperti bergerak mengiringi tanpa pernah mau menghembus terlampau kuat.

Saya lantas mencoba memahami benak anak perempuan itu.

Asumsi saya begini:

Pagi tadi, dan mungkin juga di pagi-pagi lain sebelumnya, ia pergi ke sekolah dengan diantar oleh bapaknya. Lewat kayuhan sepeda ontel itu, mereka berdua membelah jalanan di selatan Jakarta. Entah dimana rumahnya dan entah dimana pula sekolahnya. Hingga tentu saja, entah berapa lama mereka membuai angin pagi di atas sepeda ontel itu.

Lantas, ketenangan mereka lagi-lagi menggelitik saya dan tak berhenti berputar di rumit labirin otak saya. Ada aura kenikmatan di situ. Aura yang sungguh jauh berbeda dengan aura yang dimiliki oleh para pengendara motor dan mobil yang sebelumnya saya jumpai di sepanjang perjalanan dari rumah hingga sampai di jalan Wijaya II itu – aura tergesa dan tertekan yang bingung dengan ambisi dan kompetisi.

Saya kemudian mencoba mengurai waktu dan memetik beberapa potongan dari masa lalu.

Saya jarang sekali punya momen seperti mereka - diantar ke sekolah oleh Bapak. Setidaknya di masa-masa awal saya berseragam putih merah.

Mungkin karena jarak SD saya tak terlampau jauh dari rumah. Cukup berjalan kaki sekitar 25 menit, maka kaki-kaki kecil saya sudah sampai di ruang kelas.

Saya juga tak perlu diantar karena memang saya sudah punya sobat setia dalam perjalanan setengah panjang itu. Ali.

Atau mungkin juga karena saya laki-laki. Bapak tahu atau sengaja memaksa saya untuk punya kekuatan, keberanian dan kemampuan untuk menjaga diri saya sendiri. Setidaknya dalam perjalanan dari rumah ke sekolah dan sebaliknya. Tak peduli meski usia saya baru 6 tahun.

Atau mungkin juga karena Bapak tak pernah punya alat transportasi sendiri untuk mengantar saya. Tak sebuah sepeda ontel sekalipun. Apalagi motor atau mobil. Bapak lebih suka naik angkot jika harus pergi agak jauh dari rumah, sementara keseharian Bapak kerap disesaki oleh jalan kaki dari rumah menuju kampus tempat ia mengajar – yang juga dekat dari rumah, dan mungkin dengan langkah-langkah besarnya bisa ditempuh dalam waktu 10 menit saja.

Ada rasa cemburu, mungkin.

Prosesi antar ke sekolah itu sepertinya hanya pelatuk saja, karena sejujurnya saya memang jarang punya momen berdua dengan Bapak. Bukan ingin membuat petisi atau protes pada Bapak yang kini sedang terbaring sakit. Saya hanya membayangkan alangkah indahnya jika sempat punya banyak waktu berdua dengan Bapak. Kemana saja, dan untuk melakukan hal apa saja.

Apalagi, tadi pagi hati saya juga berbisik – Kemanapun saya pergi, apapun yang saya mau lakukan, saya tak akan gentar jika ada Bapak yang antar.

Wijaya, 10 Maret 2011.



dhank Ari at 4:38 PM



Photobucket - Video and Image Hosting

Photobucket - Video and Image Hosting

____penyuka :
jazz
puisi
sastra

____jejak setapakku :
+dalam gambar
+dalam puisi
+dalam menjelajah
+dalam jalin teman

____teman :
+Ade Pepe
+abe
+alaya
+bagus
+brewok
+budi
+buyung
+dewi kekasihku
+d juice
+desan
+didit
+dita
+djim
+dreamer
+e
+fira
+gendhot
+iebud
+ienk
+indie
+irma
+kang masanom
+luigi
+mona
+nita
+ochan
+poppi
+penyair kelana
+rieka +steyla
+smara
+yuhyi
+yunus

uncle 2B

by wdcreezz.com

Name

Email/URL

Message

____tulisan terdahulu:

code
here


Designer
LX