Thursday, January 27, 2011
Angka Cantik Yang Tak Lagi LentikSaya suka prosesi isi bensin di hampir seluruh SPBU Pertamina.
Selain karena alasan yang memang menjelma sebagai sebuah keharusan, saya punya alasan lain yang lebih personal.
Yang lebih sensasional.
Saya suka deretan angka cantik yang selalu serupa, yang kerap keluar dari layar indikator volume premium yang berpindah tempat ke tangki mobil saya. Angka-angka cantik yang datang sebagai konversi dari nominal rupiah yang saya cerabut dari dompet atau dari saku celana saya yang makin sempit saja.
Maklum, saya kerap membulatkan nominal rupiah setiap kali isi bensin, hingga angka cantik itu terus keluar dalam rupanya yang berbeda-beda.
Kadang nominal itu adalah 200 ribu rupiah. Kadang 100 ribu rupiah. Kadang juga, 50 ribu rupiah saja jika dompet teramat tipis oleh rupiah yang bisa disisihkan untuk bisa memenuhi isi tangki.
Dengan premium seharga 4500 rupiah di Pertamina, saya suka sekali setiap kali angka-angka digital ataupun angka-angka tradisionil di layar indikator volume itu muncul. Kadang 44,44. Kadang 22,22.
Kadang juga, 11,11.
Angka cantik, saya sebut angka-angka itu.
Angka-angka yang kemudian seperti bulu mata lentik perempuan manis yang mengerling manja ke arah saya.
Angka-angka cantik yang eksotik meski tak pernah dibubuhi lipstik.
Namun, sebulan terakhir ini benar-benar menggelisahkan.
Ada berita buruk, meski masih merupakan perdebatan yang belum menemukan bukti yang valid. Kualitas bahan bakar premium di Pertamina disinyalir memiliki kualitas yang sangat buruk, hingga dapat merusak salah satu suku cadang kendaraan yang biasanya jarang mengalami kerusakan, kecuali oleh usia pemakaian. Satu per satu kasus kerusakan pompa bensin mobil bermunculan (pada umumnya taksi), yang jumlahnya bahkan mencapai hingga sekitar 6000 buah mobil.
Sungguh mengejutkan.
Berita yang kemudian menyeret saya pada sebuah malam, sekitar tiga bulan yang lalu.
Mobil saya mogok di jalanan sepi di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Niat untuk bergegas sampai di rumah agar bisa segera melintasi malam dengan lelap, hilang begitu saja. Saya malah harus bersimbah keringat, mulai dari mencari bantuan mobil derek hingga upaya keras mengantarkan mobil itu ke garasi saya yang terbuka.
Oh, my dear sweet galancy!
Usut punya usut, pompa bensin mobil saya rusak. Tak mampu lagi menggenjot bahan bakar dari tangki menuju turbin. Sebagai konsekuensi, saya tipiskan lagi isi dompet untuk membeli pompa bensin baru sambil berpikir keras untuk mencari cara untuk mengisi dompet itu kembali, selain oleh kartu nama dan slip ATM.
Apa mungkin pompa bensin saya juga rusak karena kualitas premium yang buruk?
Saya tidak tahu pasti.
Bisa jadi juga karena faktor usia mobil saya yang memang sudah uzur. Nyaris 16 tahun.
Tapi, saya tak bisa bohong jika saya benar-benar terganggu.
Angka-angka cantik itu pun nyatanya tak lagi menjelma sebagai bulu mata lentik seorang perempuan cantik.
Angka-angka cantik itu kini seperti noda setitik, yang lantas bisa merusak susu sebelanga.
Dan kemarin malam, saya sudah beralih dari Pertamina, dan menjauh dari kesenangan saya memelototi angka-angka cantik itu.
Saya mendapati angka itu berubah menjadi 32,25. Entah angka apa lagi yang akan saya temui nanti, terutama ketika dompet itu juga sedang tipis oleh rupiah.
10 Agustus 2010
dhank Ari at 8:03 AM