Photobucket - Video and Image Hosting
Monday, August 09, 2010

Jakarta, 27 Juli 2010

Tak semua orang tahan banting.

Masalahnya, saya gak mau mereka jadi sinting.

Saya sendiri kadang ingin lepas dari bantingan itu dan pergi ke pinggir pantai untuk melihat semburat senja perlahan turun menitipkan cerita. Saya ingin berbicara ringan lagi dengan angin, yang selalu setia menemani kemana saja saya pergi.

Lelah saya terbanting, atau dibanting. Atau bahkan sengaja membantingkan diri sendiri, seperti frase yang sudah saya kenal lama sekali, “banting tulang”.

Tapi kadang, kita memang tak punya pilihan banyak, atau tak ada pilihan sama sekali selain membantingkan tulang kita sendiri pada lapisan kenyataan yang demikian keras hingga membuat sumsum tulang itu semakin menipis dan mulai menyemburkan godaan-godaan untuk menjadi sinting.

Saya tak suka melihat gurat keputusasaan yang seakan terus menuliskan kata-kata “lelah dan kesal” ke udara. Saya tak suka melihat nafas yang seakan tak bisa lepas dari hisapan sesak dan berat. Tapi saya kadang kehilangan celah untuk membuat mereka bergerak gembira lagi di atas rel yang memang harus mereka titi dengan langkah-langkah panjang yang mungkin tak sempat berhenti di stasiun-stasiun antara selain satu-satunya stasiun tujuan.

Saya kadang berpikir egois.

Saya kadang ingin membuatkan sampan saja untuk mereka dan menghanyutkannya ke muara untuk bertemu senja. Atau tenggelam saja dan menemukan dunia atlantis yang mungkin tak perlu membuat mereka terjatuh.

Saya kadang berpikir egois.

Saya kadang ingin segera mengundang saja janin-janin baru lagi untuk menjalani ritual banting tulang bersama.

Untuk mengakrabi pedih dan lelah itu.

Untuk tertawa dan memaki bersama.

Namun, itu artinya saya sudah sedikit sinting. Tak semua orang tahan banting, memang. Tapi bukan berarti saya bisa seenaknya menghanyutkan saja mereka hingga keruh sampai muara.

Mungkin saya hanya perlu membuatkan kapal pesiar dan membuatkan peta menuju muara, sambil membekali mereka dengan pundi dan tawa yang cukup.

Lagi-lagi untuk bertemu semburat senja.

Untuk berbicara dengan angin.

Untuk meminta tolong pada angin agar satu waktu nanti mereka akan kembali dengan nyawa yang sudah penuh.


Darimana, kira-kira, leluhur kita mencipta frase “banting tulang”? Apa karena waktu itu hanya orang-orang kurus kelaparan tak berdaging yang akhirnya harus berjuang lebih keras untuk bertahan hidup, sementara para borjuis berkantong tebal, berperut buncit hanya perlu tanda tangan untuk uang cepat saji?


dhank Ari at 7:25 AM



Photobucket - Video and Image Hosting

Photobucket - Video and Image Hosting

____penyuka :
jazz
puisi
sastra

____jejak setapakku :
+dalam gambar
+dalam puisi
+dalam menjelajah
+dalam jalin teman

____teman :
+Ade Pepe
+abe
+alaya
+bagus
+brewok
+budi
+buyung
+dewi kekasihku
+d juice
+desan
+didit
+dita
+djim
+dreamer
+e
+fira
+gendhot
+iebud
+ienk
+indie
+irma
+kang masanom
+luigi
+mona
+nita
+ochan
+poppi
+penyair kelana
+rieka +steyla
+smara
+yuhyi
+yunus

uncle 2B

by wdcreezz.com

Name

Email/URL

Message


code
here


Designer
LX