Monday, August 09, 2010
Garut, 26 April 2010Tak harus bingkai foto atau lukisan yang tergantung di dinding rumah, rupanya. Atau dinding kantor. Atau dinding apapun.
Di dinding rumah bilik yang disewa Yapeka sebagai kantor sekretariat di Desa Pangeureunan, Garut, yang tergantung justru beberapa kotak kertas, bekas beberapa produk makanan. Ada 4 kotak kertas bekas tergantung di sana, tersebar di dua dinding rumah. Kotak bekas penganan kecil wafer Selamat tergantung rapih di dekat pintu kayu yang mengarah ke halaman belakang rumah dengan tinggi sejajar dengan bagian atas pintu. Kotak bekas kopi sachet Cappucino tergantung sekitar 10 sentimeter di atas pintu kamar. Sementara kotak bekas tinta printer merek Canon dan kotak bekas Teh Poci terletak berdekatan di dekat pintu kamar kedua yang bersebelahan dengan kamar pertama.
Semua kotak bekas sudah dalam kondisi tergunting rapih di sebagian besar salah satu sisinya hingga kotak itu lebih menyerupai kantong, tempat menyimpan sesuatu.
Saya mulai bertanya, terutama karena kotak-kotak itu terlihat kosong. Jika itu memang merupakan kantong, benda apakah yang mungkin disimpan di sana?
Sebelum kebingungan menjabat tangan saya terlalu lama, Adit langsung tancap gas dengan penjelasan yang mungkin sudah dia tunggu sepanjang 5 jam perjalanan dari Jakarta.
“Di sini, kalau mau dapet sinyal, kalau simpati di sana (menunjuk pada kotak bekas Cappucino), kartu As di sana (menunjuk pada kotak bekas wafer Selamat), kalau XL di situ (menunjuk kotak bekas tinta printer canon yang sudah ditempeli bekas kartu perdana XL), terus sebelahnya Mentari (menunjuk pada kotak bekas Teh Poci. Kalau IM3 bebas, soalnya di sini paling bagus ya IM3.”
Oh, begitu?
Jadi itulah alasannya kenapa mereka memilih untuk menaruh kotak-kotak bekas itu. Dan akhirnya, saya pun mengikuti kebiasaan mereka yang menerima atau melakukan panggilan telepon sambil menempelken ponsel mereka pada dinding itu, meski mulai pada hari kedua saya memilih untuk berani beranjak dari dinding dan melenggang kesana kemari dengan sinyal yang putus nyambung.
Saya lantas ingat kunjungan saya ke Pulau Tomia, Wakatobi di akhir tahun 2009 lalu. Saat saya berkeliling pulau senja itu, ada satu pohon di tengah padang rumput yang nyaris tandus dan penuh belukar itu, yang ramai oleh motor terparkir tanpa pengendara.
“Itu kenapa motor-motor parkir di situ? Gak ada orangnya lagi?”
“Itu Bang. Cari sinyal. Kalau jalan agak ke selatan dari pohon itu, sinyal telkomselnya bagus, Bang.”
dhank Ari at 6:58 AM