Friday, November 10, 2006
LebaranDi Negeri OrangLebaran di Belanda banyak mencuatkan hal baru yang belum pernah saya duga. Senang. Dingin. Sedih. Garing. Multi Kultur.
Senang, karena melewatkan Lebaran pertama setelah jadi suami dengan istri tercinta, Dewi. Tak indah rasanya jika harus melewatkan Lebaran tanpa disertai Dewi.

Dingin, karena suhu udara di Amsterdam sungguh dingin. Tak lebih dari 10 derajat, bahkan terkadang sangat mendekati 0 derajat. Saat saya di sana, sepertinya memang belum pernah menyentuh di bawah 0 derajat. Tapi saya tak tahu, mungkin saja sudah karena saya tidak memantaunya secara berkelanjutan.

Sedih, karena ternyata teringat betul dengan keluarga. Dengan Papap, Mamah dan juga Neng Lia. Entah apa yang mereka lakukan di Bandung atau di Purwakarta dan Jakarta, jika memang mereka pergi ke sana. Lantas terbayang penyambutan Lebaran dengan sejuta kesedihan dan keprihatinan. Tapi saya yakin, meski tak bergelimang materi dan pundi-pundi, penyambutan Lebaran akan berlangsung seperti biasa, meriah dalam hati kami masing-masing. Saling memaafkan dan saling memiliki keinginan untuk memulai lagi sesuatu yang baru dan berharap membawa pada kebaikan.
Garing, karena tidak ada ketupat Lebaran. Sesaat setelah shalat ied, hanya ada beberapa potong kue, roti dan korma-korma. Untung ada pisang goreng, yang sedikit menuntaskan kerinduan pada Indonesia. Lebaran tanpa ketupat dengan opor ayam, kacang, dodol atau juga semur daging terasa tidak seperti Lebaran. Garing. Acara makan-makan itu ternyata memang ada, di Den Haag, di Kedutaan Indonesia. Tapi saya memilih untuk menghabiskan waktu bersama Dewi, jalan-jalan di Den Haag.

Multi Kultur, karena meski shalat ied ini diadakan oleh komunitas muslim Indonesia, ada juga jemaat yang bukan orang Indonesia. Ini membuat ramai dan pengalaman baru, bersilaturahmi di hari raya yang suci dengan muslim-muslim lain negara dan kultur.
dhank Ari at 6:43 AM